Just Give Thank’s!!!
“Tetapi aku, dengan ucapan syukur akan kupersembahkan korban
kepada-Mu; apa yang kunazarkan
akan kubayar. Keselamatan adalah dari TUHAN!”
(Yunus 2:9)
Rasa
syukur tiada hentinya yang terus mengalir dari hati saya yang terdalam atas
segala perbuatan-Nya yang dahsyat dan ajaib. Sungguh hanya dari, oleh, dan bagi
Dia saja segala pujian dan kemuliaan. Waktu terus berjalan dan rasa rindu untuk
bertemu dengan-Nya dalam rumah abadi semakin menggebu dan membuat sesak hati.
Tetapi Allah adalah Allah yang mengerti dan selalu memberikan penghiburan dan
semangat serta terus mendorong agar saya dapat menyelesaikan tugas yang telah
diberikan-Nya terlebih dahulu. Pertandingan iman belum selesai. Perjuangan
masih berlanjut. Berjuang dalam iman dan kekuatan yang Dia berikan. Dia hanya
berpesan, “Selesaikan tugasmu!”.
Betapa
Tuhan sangat mengasihi saya! Sebaliknya betapa jahatnya saya terhadap Tuhan
yang bisa saja melenyapkan hidup dalam waktu sekejap. Rencana Tuhan sungguh tak
pernah gagal dalam kehidupan ini. Hal ini adalah benar. Kisah di bawah ini
hanyalah sebuah kesaksian pengalaman yang tidak dapat dijadikan sebagai dasar
doktrin gereja, namun kiranya dapat menjadi berkat bagi kita semua. Sebuah
kisah yang menceritakan pertobatan seorang pendosa yang seharusnya tidak layak
lagi untuk dibiarkan hidup. Namun kisah ini menunjukkan betapa besar dan
luasnya kasih Allah yang tidak dapat diungkapkan lagi dengan kata-kata.
Sekolah
merupakan kegiatan yang sangat memuakkan bagi saya. Namun mau tidak mau saya
harus menjalankannya sebab ijazah sekolah adalah salah satu syarat untuk
mencari pekerjaan nantinya. Karena pemikiran seperti itu maka saya
memperlakukan sekolah hanya sebatas ajang bermain sambil menunggu waktu habis. Tidak
ada sedikit pun keseriusan saya dalam belajar di sekolah. Maka sejak SMP saya
mulai belajar merokok dan akhirnya sukses menjadi seorang perokok. Belajar
menjadi “preman cilik” di sekolah. Melakukan pemerasan-pemerasan serta
intimidasi terhadap teman-teman lainmelalui ancaman-ancaman kelas teri. Namun
anehnya SMP pun terlewati dengan sebuah kelulusan dan menjadi dasar melanjutkan
ke tingkatan yang lebih tinggi, yaitu SMU.
Belajar
di tingkat SMU tidak membuat kehidupan saya menjadi lebih baik. Tetapi justru
hidup saya menjadi lebih brutal dan mempermalukan orang tua. Menjadi preman di
sekolah merupakan sebuah kebanggaan dalam diri saya waktu itu. Rasa ingin tahu
ternyata dapat menjerumuskan saya ke dalam lubang yang cukup dalam. Saya
mencoba-coba mempraktekkan diri ke dalam kasus curanmor. Walaupun tadinya hanya
sekedar “iseng” namun segalanya harus berubah. Akhirnya saya tidak diijinkan
untuk naik ke kelas 2 SMU dan harus pindah sekolah jika ingin tetap dinaikkan.
Intinya saya dikeluarkan secara halus. Maka saya pindah ke SMU lain. Di sekolah
yang baru itu saya bisa menyelesaikan tingkat SMU dengan tuntas, walaupun di
dalam perjalanannya banyak sekali masalah-masalah kenakalan yang telah terjadi.
Permasalahan
kenakalan dan akibatnya harus saya tanggung. Akhirnya saya buntu akal untuk
meyelesaikan semua permasalahan tersebut dan memutuskan untuk mencari dan
meminta pertolongan Tuhan. Dalam usaha tersebut maka saya mengucapkan sebuah
nazar terhadap Tuhan, yaitu: “apabila semua masalah selesai karena pertolongan
Tuhan, maka saya akan melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh dan mengabdikan
diri dalam pekerjaan Tuhan”. Tuhan pun menolong saya. Akhirnya tahun 2001 saya
lulus SMU dan kemudian melanjutkan kuliah di STT Bethany Surabaya. Namun dalam
perkuliahan tersebut saya tidak serius dan kehancuran ada di depan mata.
Kenakalan tetap mengikat saya dan semakin parah. Hidup yang sangat
mempermalukan Tuhan, orang tua, dan keluarga.
Pada
tanggal 15 Agustus 2004 ayah saya meninggal akibat kecelakaan dan itu sangat
membuat saya semakin hancur. Jujur saja memang saya lebih dekat dengan ayah
dari pada dengan mama (membenci mama). Orang yang pada waktu itu paling
mengerti saya dan tiba-tiba Tuhan memanggilnya begitu saja dalam keadaan saya
yang tidak siap sama sekali untuk hidup tanpa ayah. Namun pada kenyataannya
kematian ayah tidak membuat saya bertobat dan kembali kepada Tuhan. Maka bulan
September 2004 saya memutuskan untuk berpindah kuliah ke UKRIM di Jogyakarta
dan mengambil jurusan Musik Gereja. Namun di sana saya tidak aktif berkuliah.
Saya hanya bermain-main dalam dosa. Waktu itu saya berpikir bahwa untuk apa
saya harus serius kuliah. Sebab kalau pun nantinya saya berhasil menyelesaikan
perkuliahan dan diwisuda, namun untuk apa semua itu? Mau ditunjukkan kepada
siapa semua itu? Ayah sudah tidak ada lagi.
Akhirnya
pada bulan Februari 2005 saya kembali ke rumah. Mama pun sangat sedih melihat
keadaan saya. Namun dengan cinta kasihnya mama masih bisa menerima saya
walaupun sudah berulang kali mengecewakannya. Ternyata mama yang selama ini
saya benci tak seperti yang saya bayangkan. Akhirnya saya pun mengadakan
pemberesan dengan mama. Hasilnya mama memaafkan semua kesalahan dan memberi
saya dua pilihan, mau lanjut kuliah atau bekerja. Walaupun saya sudah
pemberesan dan ingin bertobat, namun pikiran kedagingan masih menguasai saya.
Dengan motivasi jahat maka saya memilih untuk bekerja. Maka mama menyarankan
saya untuk bekerja di Taiwan sebagai seorang TKI. Tentu saja saya sangat
terkejut dan senang sebab ini merupakan kesempatan untuk melampiaskan
kenakalan. Maka saya mulai mengurus semua persyaratan keberangkatan dan tibalah
harinya saya berangkat ke Taiwan. Saya meninggalkan mama, kedua adik, sanak
saudara, dan pacar serta semua teman-teman.
Maka
sampailah saya di Taiwan dan tentu saja langsung menuju pabrik di mana saya
harus bekerja. Maka saya mulai bekerja dan saat itulah pertama kali dalam hidup
saya merasakan suatu kegiatan “bekerja”. Ternyata bekerja itu sangat berat
sekali bagi saya, kemudian berusaha untuk meminta bagian pekerjaan yang lebih
ringan, dan pada akhirnya pada minggu pertama itu juga saya ingin pulang saja
ke Indonesia. Namun bos (saya menyebutnya Miss Ling) saya terus memberikan
dukungan dan semangat bagi saya. Miss Ling tidak mengijinkan saya untuk pulang
ke Indonesia dan terus mendorong saya untuk belajar bekerja. Lambat laun saya
mulai betah bekerja di sana. Lebih lagi setelah mendapatkan gaji pertama.
Sebagian gaji itu saya kirim kepada mama dalam rangka mencicil modal yang sudah
dikeluarkan untuk mengurus keberangkatan saya ke Taiwan. Sisa gaji saya gunakan
untuk pemenuhan kebutuhan saya selama sebulan di sana.
Saya
pun mulai mencari gereja untuk beribadah. Akhirnya saya mendapatkan sebuah
gereja di kota Chungli yang berjarak sekitar 15 km dari tempat saya bekerja.
Saya mulai aktif beribadah di sana, namun bibit kenakalan saya juga mulai
bertumbuh. Saya pun ikut ambil bagian dalam pelayanan di gereja itu sebagai
seorang pemusik namun itu pun hanya bertahan selama dua tahun saja. Setelah itu
saya sama sekali meninggalkan gereja. Uang dan wanita membuat saya lupa akan
Tuhan. Saya terjerumus ke dalam dunia gelap yang penuh kemaksiatan. Saya
menjadi seorang pemakai yang kemudian menjadi seorang pengedar sekaligus
penikmat wanita. Saya telah melupakan Tuhan, mama, saudara-saudara saya, bahkan
calon istri saya di Indonesia.
Pada
tahun ketiga saya mengenal dan jatuh hati pada seorang gadis yang bernama Saras
(nama samaran). Akhirnya kami pun menjadi sepasang kekasih. Saya sangat
mencintainya dan berkeinginan untuk menikahinya. Tapi mau tidak mau saya harus
meninggalkan dan membereskan hubungan yang saya tinggalkan di Indonesia. Maka
pada akhir tahun ketiga (masa kontrak kerja habis) saya pulang ke Indonesia.
Sesampainya di rumah saya merasa ada banyak yang telah berubah. Karena memang
telah lama sekali saya tidak berkomunikasi dengan mama dan keluarga. Saya pun
bertemu dengan calon istri saya. Prahara pun terjadi. Tiba-tiba mama meminta saya
untuk segera melamar dan bertunangan dengannya. Sontak saya begitu terkejut
karena memang saya sudah tidak lagi mencintainya.
Namun
saya akhirnya tetap melamarnya dan melaksanakan tukar cincin dengannya. Dengan
begitu saya bisa kembali ke Taiwan dengan lancar. Saras pun tahu apa yang
sedang terjadi di Indonesia. Saya mencoba menenangkan dan meyakinkannya bahwa saya
akan segera kembali ke Taiwan dan bertemu dengannya. Pendek cerita, tiba
saatnya saya harus kembali ke Taiwan, dan sesampainya di sana saya bertemu
dengan Saras. Lalu saya mencoba meyakinkannya bahwa saya mencintainya. Dan
memang benar bahwa saya sangat menyayanginya. Akhirnya saya memutuskan untuk
memutuskan tunangan yang ada di Indonesia. Saya menghubunginya dan juga mama
bahwa saya membatalkan rencana pernikahan dengannya dan memilih Saras untuk
menjadi istri saya nantinya. Mama pun sangat terkejut dan marah kepada saya.
Tentu saja tunangan saya pun merasakan sakit hati yang luar biasa atas tindakan
saya itu.
Waktu
terus berjalan dan saya tinggal bersama Saras di Taiwan. Kami pun tinggal
berdua di mess pabrik di mana saya
bekerja. Selama hampir tujuh bulan saya bersamanya. Kami pun melakukan
hubungan yang tidak semestinya. Dan kehidupan kami pun semakin hancur dalam
kegelapan. Saya bahkan mempengaruhinya untuk hidup bebas seperti saya. Saras
yang yang tadinya gadis baik-baik menjadi rusak akibat perlakuan gila saya. Entah
hanya nafsu ego saya, atau sayang berlebihan itu beda-beda tipis. Tapi yang
jelas saya sangat menyayaginya. Begitu sayangnya saya kepada Saras membuat saya
lupa daratan. Tuhan pun saya tinggalkan. Saras memang bukanlah gadis yang
seiman, tapi di mata saya dia adalah seseorang yang mengerti dan mencintai
saya.
Namun
perjalanan cinta itu tidak lama. Apa yang tidak pernah saya pikirkan sebelumnya
tiba-tiba terjadi dalam hidup saya. Saya harus menuai semua perbuatan yang telah
saya lakukan. Saya harus mengalami berbagai kenyataan pahit di Taiwan. Waktu
itu memang saya adalah seorang pengedar narkoba. Dan polisi pun menggerebek
pabrik tempat kerja saya. Saat itu memang saya belum tertangkap. Tapi polisi
terus mengincar saya. Secara tidak langsung saya sudah tertangkap dan harus
menjadi tahanan luar. Tidak hanya itu, sahabat saya pun ingin menjatuhkan dan
mencelakakan saya. Dan yang lebih tragis, dalam keadaan seperti itu Saras
memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami dan pergi meninggalkan saya. Ditambah
lagi sahabat terdekat saya justru menjalin hubungan gelap di belakang saya
dalam keadaan saya yang terkapar itu. Belum lagi saya harus menerima
ganjaran-ganjaran dari keluarga dan orang-orang yang saying Saras, sebab saya sudah
menghancurkan kehidupannya.
Saya
pun mengalami depresi yang luar biasa. Di satu sisi saya harus
mempertanggungjawabkan perbuatan saya. Di sisi lain saya harus tetap bekerja
dalam kesakitan. Hidup saya sangat tertekan dan tersiksa sekali. Namun bukannya
saya bertobat dan mencari Tuhan. Saya mencari pertolongan di luar Tuhan. Memang
sahabat-sahabat saya telah mengkhianati saya. Tapi masih ada teman-teman yang
menganggap saya sebagai saudara mereka yang jujur melebihi sahabat-sahabat
pengkhianat tersebut. Dengan berbagai cara mereka menolong dan menghibur saya.
Berusaha membangkitkan saya. Dan memang saya akui mereka adalah orang-orang
terbaik bagi saya. Sewajarnya dalam keadaan seperti itu mereka bisa saja
meninggalkan saya, namun justru mereka semakin dekat dengan saya.
Ada
yang memberikan penghiburan. Ada yang memberikan bantuan keuangan karena saat
itu saya dalam keadaan kekurangan. Bahkan ada juga yang mencoba menghibur saya
dengan memberikan wanita-wanita yang dianggap dapat mengembalikan sukacita saya.
Namun ada juga yang membantu saya dengan ilmu hitam dan kebatinannya. Saya pun
melakukan syarat-syarat untuk melaksanakan ritualnya dengan tujuan untuk
mengerti keadaan yang sebenarnya dan membela diri nantinya. Saya harus terjun
dalam kepercayaan yang lain. Dengan ilmu tersebut saya dapat membaca aib musuh
saya, dapat membela diri, dan memiliki kekuatan yang besar. Bahkan saya dapat
menjalankan aksi balas dendam saya terhadap sahabat-sahabat saya yang telah
mengambil Saras dan menjerumuskan saya ke polisi. Hidup saya sudah tidak jelas
lagi seperti apa waktu itu. Namun saya menjalani hidup dengan dua pribadi yang
sangat berbeda.
Pada
akhirnya saya pun memanggil teringat untuk kembali kepada Tuhan. saya yakin itu
merupakan panggilan Roh Kudus. “Masihkah kamu keras kepala?” Kata-kata itu
membuat saya tersungkur dan menangis sejadi-jadinya di hadapan Tuhan. Saya
sadar bahwa semua yang telah saya lakukan tersebut tidak dapat mengembalikan
Saras kepada saya. Tuhan pun mengingatkan betapa sakitnya orang yang telah saya
tinggalkan di Indonesia demi Saras. Dan saya pun harus menuai yang sama. Saya
pun mulai bertobat dari kenakalan-kenakalan saya walaupun masih menjalani dua
pribadi yang berbeda dalam hidup saya. Teman-teman (yang sudah seperti saudara
saya sendiri) telah banyak kembali ke Indonesia dan saya menunggu giliran untuk
segera pulang. Namun saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan nantinya di
Indonesia karena pasti rasa malu itu menghantui saya. Saya pun menghubungi oma
di Indonesia dan menceritakan semua yang terjadi dalam hidup saya dan meminta
doa darinya. Juga meminta nasihat darinya. Oma pun berdoa bagi saya dan
memberikan nasihat-nasihat yang bisa membangun percaya diri saya kembali.
Hari
kepulangan tidak saya harapkan. Namun saya tak dapat menghindari hari itu. Saya
harus pulang dan meninggalkan semua kenangan baik dan buruk di Taiwan. Dan
sakitnya adalah saya tidak mungkin bertemu lagi dengan Saras (dan memang sampai
sekarang saya belum pernah berjumpa lagi dengannya, tapi berita yang saya terima
bahwa ia telah menikah). Saya pun pulang ke Indonesia. Saya seperti orang
linglung. Sesampainya di rumah saya tidak tahu harus berbuat apa. Hidup dan
pikiran saya seperti gelap. Yang terngiang adalah saya sudah jauh dari
kesakitan saya. Saya pun dikirim oleh mama ke Kalimantan untuk dibimbing oleh
kakak sepupu saya yang juga seorang pendeta. Di sana saya mendapatkan pemulihan
Tuhan. Tuhan pun menagih janji saya. Saya tahu bahwa saya telah mengingkari
nazar di hadapan Tuhan. Dorongan pertobatan semakin nyata dan saya mau membayar
janji saya.
Singkat
cerita, saya pun dilayani oleh kakak saya. Melewati berbagai proses. Bahkan
pelepasan dan pemulihan berkali-kali harus dilaksanakan. Perlahan hidup saya
dipulihkan dan pada akhirnya saya sadar bahwa Tuhan sedang menantikan saya
kembali. Ia membiarkan kehidupan saya dikuasai oleh Ibis hanya untuk memenuhi
keinginan daging saya. Namun di saat yang tepat ia menangkap saya dan
menyadarkan saya akan kasih-Nya yang begitu luar biasa dalam hidup saya.
Keluarga bahkan saudara meragukan pertobatan saya. Tetapi saya Tuhan tahu jalan
hidup saya. Setelah tujuh bulan diproses di Kalimantan, maka saya harus
memenuhi panggilan Tuhan. Maka sebelum terjun lebih jauh dalam pelayanan, saya
memutuskan untuk belajar terlebih dahulu. Akhirnya saya memutuskan untuk
mengambil perkuliahan dan puji Tuhan saya diterima di sebuah institusi teologi
di Jakarta. Dengan bimibingan dan berkat Tuhan saya masih ada sampai sekarang
dan sudah memasuki tingkat tiga perkuliahan.
Itu
semua adalah anugerah Tuhan. Dan saya hanya bisa bersyukur dan menjalankan
perintah Tuhan dalam hidup saya. Kalau dulu saya tunduk dalam kendali Iblis,
maka sekarang saya tunduk di bawah kendali Tuhan. Tidak semua dapat saya
tuliskan di sini dan pastinya ada kisah-kisah yang tertinggal dan tidak
tercatat. Bahkan masih banyak perbuatan Tuhan yang sudah dikerjakan-Nya dalam
hidup saya dan karena keterbatasan maka saya tidak dapat menuliskan semuanya
dalam kesaksian ini. Namun pada intinya adalah Tuhan itu dahsyat dan ajaib. Tak
terselami kasih-Nya. Menerima sampah seperti saya dan memulihkannya menjadi
alat bagi-Nya. Oleh sebab itu biarlah kesaksian ini menjadi berkat yang luar
biasa bagi para pembaca. Percayalah
kepada Tuhan!!! Bersyukur selalu dalam segala keadaan…. Amin! Tuhan
memberkati!!!!
Untaian
kalimat diatas adalah sebuah kesaksian kisah
nyata, sekeras apapun hati kita lari menjauh dari Tuhan akan titik di mana
Tuhan akan meluluhkan hati manusia tersebut. kekecewaan yang di alami sang
penyaksi mungkin banyak di alami oleh orang yang ada di sekitar kita, mungkin
mereka terjebak di dalam gelapnya ikatan Iblis, terjerat dalam kenikmatan
Narkoba, mungkin mereka putus asa dengan keadaannya. Hanya doa yang dapat
mengubah segalanya, doa dari sang mama penyaksi yang tidak ada putus – putusnya
yang dapat membebaskan anaknya dari dunia gelapnya. Tuhan tidak pernah
tutupmata dengan keadaan kita, Dia tetap merancangkan kebaikan bagi prang –
orang yang di kasihinya. Akhirnya sang penyaksi tersebut kini hidupnya di
ubahkan total dan dia di pakai Tuhan secara Luar biasa, menjadi sahabat dan
saudara saya yang sangat luar biasa, kesaksian dia (yang secara lengkap
) menjadi berkat banyak orang bagaimana dia bisa lepas dari dunianya yang gelap. Tuhan mengasihi saya dan saudara, Dia mengizikan hal – hal yang buruk dan jahat terjadi dengan tujuanuntuk kemuliaan NamaNya, dan semua orang akan melihat kemuliaan Allah. Gbu
) menjadi berkat banyak orang bagaimana dia bisa lepas dari dunianya yang gelap. Tuhan mengasihi saya dan saudara, Dia mengizikan hal – hal yang buruk dan jahat terjadi dengan tujuanuntuk kemuliaan NamaNya, dan semua orang akan melihat kemuliaan Allah. Gbu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar