Jumat, 15 Mei 2015

DIA Membebaskan yang sepertinya tidak akan pernah terBEBASkan


Just Give Thank’s!!!

“Tetapi aku, dengan ucapan syukur akan kupersembahkan korban kepada-Mu; apa yang kunazarkan 
akan kubayar. Keselamatan adalah dari TUHAN!” (Yunus 2:9)

Rasa syukur tiada hentinya yang terus mengalir dari hati saya yang terdalam atas segala perbuatan-Nya yang dahsyat dan ajaib. Sungguh hanya dari, oleh, dan bagi Dia saja segala pujian dan kemuliaan. Waktu terus berjalan dan rasa rindu untuk bertemu dengan-Nya dalam rumah abadi semakin menggebu dan membuat sesak hati. Tetapi Allah adalah Allah yang mengerti dan selalu memberikan penghiburan dan semangat serta terus mendorong agar saya dapat menyelesaikan tugas yang telah diberikan-Nya terlebih dahulu. Pertandingan iman belum selesai. Perjuangan masih berlanjut. Berjuang dalam iman dan kekuatan yang Dia berikan. Dia hanya berpesan, “Selesaikan tugasmu!”.
Betapa Tuhan sangat mengasihi saya! Sebaliknya betapa jahatnya saya terhadap Tuhan yang bisa saja melenyapkan hidup dalam waktu sekejap. Rencana Tuhan sungguh tak pernah gagal dalam kehidupan ini. Hal ini adalah benar. Kisah di bawah ini hanyalah sebuah kesaksian pengalaman yang tidak dapat dijadikan sebagai dasar doktrin gereja, namun kiranya dapat menjadi berkat bagi kita semua. Sebuah kisah yang menceritakan pertobatan seorang pendosa yang seharusnya tidak layak lagi untuk dibiarkan hidup. Namun kisah ini menunjukkan betapa besar dan luasnya kasih Allah yang tidak dapat diungkapkan lagi dengan kata-kata.
Sekolah merupakan kegiatan yang sangat memuakkan bagi saya. Namun mau tidak mau saya harus menjalankannya sebab ijazah sekolah adalah salah satu syarat untuk mencari pekerjaan nantinya. Karena pemikiran seperti itu maka saya memperlakukan sekolah hanya sebatas ajang bermain sambil menunggu waktu habis. Tidak ada sedikit pun keseriusan saya dalam belajar di sekolah. Maka sejak SMP saya mulai belajar merokok dan akhirnya sukses menjadi seorang perokok. Belajar menjadi “preman cilik” di sekolah. Melakukan pemerasan-pemerasan serta intimidasi terhadap teman-teman lainmelalui ancaman-ancaman kelas teri. Namun anehnya SMP pun terlewati dengan sebuah kelulusan dan menjadi dasar melanjutkan ke tingkatan yang lebih tinggi, yaitu SMU.
Belajar di tingkat SMU tidak membuat kehidupan saya menjadi lebih baik. Tetapi justru hidup saya menjadi lebih brutal dan mempermalukan orang tua. Menjadi preman di sekolah merupakan sebuah kebanggaan dalam diri saya waktu itu. Rasa ingin tahu ternyata dapat menjerumuskan saya ke dalam lubang yang cukup dalam. Saya mencoba-coba mempraktekkan diri ke dalam kasus curanmor. Walaupun tadinya hanya sekedar “iseng” namun segalanya harus berubah. Akhirnya saya tidak diijinkan untuk naik ke kelas 2 SMU dan harus pindah sekolah jika ingin tetap dinaikkan. Intinya saya dikeluarkan secara halus. Maka saya pindah ke SMU lain. Di sekolah yang baru itu saya bisa menyelesaikan tingkat SMU dengan tuntas, walaupun di dalam perjalanannya banyak sekali masalah-masalah kenakalan yang telah terjadi.
Permasalahan kenakalan dan akibatnya harus saya tanggung. Akhirnya saya buntu akal untuk meyelesaikan semua permasalahan tersebut dan memutuskan untuk mencari dan meminta pertolongan Tuhan. Dalam usaha tersebut maka saya mengucapkan sebuah nazar terhadap Tuhan, yaitu: “apabila semua masalah selesai karena pertolongan Tuhan, maka saya akan melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh dan mengabdikan diri dalam pekerjaan Tuhan”. Tuhan pun menolong saya. Akhirnya tahun 2001 saya lulus SMU dan kemudian melanjutkan kuliah di STT Bethany Surabaya. Namun dalam perkuliahan tersebut saya tidak serius dan kehancuran ada di depan mata. Kenakalan tetap mengikat saya dan semakin parah. Hidup yang sangat mempermalukan Tuhan, orang tua, dan keluarga.
Pada tanggal 15 Agustus 2004 ayah saya meninggal akibat kecelakaan dan itu sangat membuat saya semakin hancur. Jujur saja memang saya lebih dekat dengan ayah dari pada dengan mama (membenci mama). Orang yang pada waktu itu paling mengerti saya dan tiba-tiba Tuhan memanggilnya begitu saja dalam keadaan saya yang tidak siap sama sekali untuk hidup tanpa ayah. Namun pada kenyataannya kematian ayah tidak membuat saya bertobat dan kembali kepada Tuhan. Maka bulan September 2004 saya memutuskan untuk berpindah kuliah ke UKRIM di Jogyakarta dan mengambil jurusan Musik Gereja. Namun di sana saya tidak aktif berkuliah. Saya hanya bermain-main dalam dosa. Waktu itu saya berpikir bahwa untuk apa saya harus serius kuliah. Sebab kalau pun nantinya saya berhasil menyelesaikan perkuliahan dan diwisuda, namun untuk apa semua itu? Mau ditunjukkan kepada siapa semua itu? Ayah sudah tidak ada lagi.
Akhirnya pada bulan Februari 2005 saya kembali ke rumah. Mama pun sangat sedih melihat keadaan saya. Namun dengan cinta kasihnya mama masih bisa menerima saya walaupun sudah berulang kali mengecewakannya. Ternyata mama yang selama ini saya benci tak seperti yang saya bayangkan. Akhirnya saya pun mengadakan pemberesan dengan mama. Hasilnya mama memaafkan semua kesalahan dan memberi saya dua pilihan, mau lanjut kuliah atau bekerja. Walaupun saya sudah pemberesan dan ingin bertobat, namun pikiran kedagingan masih menguasai saya. Dengan motivasi jahat maka saya memilih untuk bekerja. Maka mama menyarankan saya untuk bekerja di Taiwan sebagai seorang TKI. Tentu saja saya sangat terkejut dan senang sebab ini merupakan kesempatan untuk melampiaskan kenakalan. Maka saya mulai mengurus semua persyaratan keberangkatan dan tibalah harinya saya berangkat ke Taiwan. Saya meninggalkan mama, kedua adik, sanak saudara, dan pacar serta semua teman-teman.
Maka sampailah saya di Taiwan dan tentu saja langsung menuju pabrik di mana saya harus bekerja. Maka saya mulai bekerja dan saat itulah pertama kali dalam hidup saya merasakan suatu kegiatan “bekerja”. Ternyata bekerja itu sangat berat sekali bagi saya, kemudian berusaha untuk meminta bagian pekerjaan yang lebih ringan, dan pada akhirnya pada minggu pertama itu juga saya ingin pulang saja ke Indonesia. Namun bos (saya menyebutnya Miss Ling) saya terus memberikan dukungan dan semangat bagi saya. Miss Ling tidak mengijinkan saya untuk pulang ke Indonesia dan terus mendorong saya untuk belajar bekerja. Lambat laun saya mulai betah bekerja di sana. Lebih lagi setelah mendapatkan gaji pertama. Sebagian gaji itu saya kirim kepada mama dalam rangka mencicil modal yang sudah dikeluarkan untuk mengurus keberangkatan saya ke Taiwan. Sisa gaji saya gunakan untuk pemenuhan kebutuhan saya selama sebulan di sana.
Saya pun mulai mencari gereja untuk beribadah. Akhirnya saya mendapatkan sebuah gereja di kota Chungli yang berjarak sekitar 15 km dari tempat saya bekerja. Saya mulai aktif beribadah di sana, namun bibit kenakalan saya juga mulai bertumbuh. Saya pun ikut ambil bagian dalam pelayanan di gereja itu sebagai seorang pemusik namun itu pun hanya bertahan selama dua tahun saja. Setelah itu saya sama sekali meninggalkan gereja. Uang dan wanita membuat saya lupa akan Tuhan. Saya terjerumus ke dalam dunia gelap yang penuh kemaksiatan. Saya menjadi seorang pemakai yang kemudian menjadi seorang pengedar sekaligus penikmat wanita. Saya telah melupakan Tuhan, mama, saudara-saudara saya, bahkan calon istri saya di Indonesia.
Pada tahun ketiga saya mengenal dan jatuh hati pada seorang gadis yang bernama Saras (nama samaran). Akhirnya kami pun menjadi sepasang kekasih. Saya sangat mencintainya dan berkeinginan untuk menikahinya. Tapi mau tidak mau saya harus meninggalkan dan membereskan hubungan yang saya tinggalkan di Indonesia. Maka pada akhir tahun ketiga (masa kontrak kerja habis) saya pulang ke Indonesia. Sesampainya di rumah saya merasa ada banyak yang telah berubah. Karena memang telah lama sekali saya tidak berkomunikasi dengan mama dan keluarga. Saya pun bertemu dengan calon istri saya. Prahara pun terjadi. Tiba-tiba mama meminta saya untuk segera melamar dan bertunangan dengannya. Sontak saya begitu terkejut karena memang saya sudah tidak lagi mencintainya.
Namun saya akhirnya tetap melamarnya dan melaksanakan tukar cincin dengannya. Dengan begitu saya bisa kembali ke Taiwan dengan lancar. Saras pun tahu apa yang sedang terjadi di Indonesia. Saya mencoba menenangkan dan meyakinkannya bahwa saya akan segera kembali ke Taiwan dan bertemu dengannya. Pendek cerita, tiba saatnya saya harus kembali ke Taiwan, dan sesampainya di sana saya bertemu dengan Saras. Lalu saya mencoba meyakinkannya bahwa saya mencintainya. Dan memang benar bahwa saya sangat menyayanginya. Akhirnya saya memutuskan untuk memutuskan tunangan yang ada di Indonesia. Saya menghubunginya dan juga mama bahwa saya membatalkan rencana pernikahan dengannya dan memilih Saras untuk menjadi istri saya nantinya. Mama pun sangat terkejut dan marah kepada saya. Tentu saja tunangan saya pun merasakan sakit hati yang luar biasa atas tindakan saya itu.
Waktu terus berjalan dan saya tinggal bersama Saras di Taiwan. Kami pun tinggal berdua di mess pabrik di mana saya  bekerja. Selama hampir tujuh bulan saya bersamanya. Kami pun melakukan hubungan yang tidak semestinya. Dan kehidupan kami pun semakin hancur dalam kegelapan. Saya bahkan mempengaruhinya untuk hidup bebas seperti saya. Saras yang yang tadinya gadis baik-baik menjadi rusak akibat perlakuan gila saya. Entah hanya nafsu ego saya, atau sayang berlebihan itu beda-beda tipis. Tapi yang jelas saya sangat menyayaginya. Begitu sayangnya saya kepada Saras membuat saya lupa daratan. Tuhan pun saya tinggalkan. Saras memang bukanlah gadis yang seiman, tapi di mata saya dia adalah seseorang yang mengerti dan mencintai saya.
Namun perjalanan cinta itu tidak lama. Apa yang tidak pernah saya pikirkan sebelumnya tiba-tiba terjadi dalam hidup saya. Saya harus menuai semua perbuatan yang telah saya lakukan. Saya harus mengalami berbagai kenyataan pahit di Taiwan. Waktu itu memang saya adalah seorang pengedar narkoba. Dan polisi pun menggerebek pabrik tempat kerja saya. Saat itu memang saya belum tertangkap. Tapi polisi terus mengincar saya. Secara tidak langsung saya sudah tertangkap dan harus menjadi tahanan luar. Tidak hanya itu, sahabat saya pun ingin menjatuhkan dan mencelakakan saya. Dan yang lebih tragis, dalam keadaan seperti itu Saras memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami dan pergi meninggalkan saya. Ditambah lagi sahabat terdekat saya justru menjalin hubungan gelap di belakang saya dalam keadaan saya yang terkapar itu. Belum lagi saya harus menerima ganjaran-ganjaran dari keluarga dan orang-orang yang saying Saras, sebab saya sudah menghancurkan kehidupannya.
Saya pun mengalami depresi yang luar biasa. Di satu sisi saya harus mempertanggungjawabkan perbuatan saya. Di sisi lain saya harus tetap bekerja dalam kesakitan. Hidup saya sangat tertekan dan tersiksa sekali. Namun bukannya saya bertobat dan mencari Tuhan. Saya mencari pertolongan di luar Tuhan. Memang sahabat-sahabat saya telah mengkhianati saya. Tapi masih ada teman-teman yang menganggap saya sebagai saudara mereka yang jujur melebihi sahabat-sahabat pengkhianat tersebut. Dengan berbagai cara mereka menolong dan menghibur saya. Berusaha membangkitkan saya. Dan memang saya akui mereka adalah orang-orang terbaik bagi saya. Sewajarnya dalam keadaan seperti itu mereka bisa saja meninggalkan saya, namun justru mereka semakin dekat dengan saya.
Ada yang memberikan penghiburan. Ada yang memberikan bantuan keuangan karena saat itu saya dalam keadaan kekurangan. Bahkan ada juga yang mencoba menghibur saya dengan memberikan wanita-wanita yang dianggap dapat mengembalikan sukacita saya. Namun ada juga yang membantu saya dengan ilmu hitam dan kebatinannya. Saya pun melakukan syarat-syarat untuk melaksanakan ritualnya dengan tujuan untuk mengerti keadaan yang sebenarnya dan membela diri nantinya. Saya harus terjun dalam kepercayaan yang lain. Dengan ilmu tersebut saya dapat membaca aib musuh saya, dapat membela diri, dan memiliki kekuatan yang besar. Bahkan saya dapat menjalankan aksi balas dendam saya terhadap sahabat-sahabat saya yang telah mengambil Saras dan menjerumuskan saya ke polisi. Hidup saya sudah tidak jelas lagi seperti apa waktu itu. Namun saya menjalani hidup dengan dua pribadi yang sangat berbeda.
Pada akhirnya saya pun memanggil teringat untuk kembali kepada Tuhan. saya yakin itu merupakan panggilan Roh Kudus. “Masihkah kamu keras kepala?” Kata-kata itu membuat saya tersungkur dan menangis sejadi-jadinya di hadapan Tuhan. Saya sadar bahwa semua yang telah saya lakukan tersebut tidak dapat mengembalikan Saras kepada saya. Tuhan pun mengingatkan betapa sakitnya orang yang telah saya tinggalkan di Indonesia demi Saras. Dan saya pun harus menuai yang sama. Saya pun mulai bertobat dari kenakalan-kenakalan saya walaupun masih menjalani dua pribadi yang berbeda dalam hidup saya. Teman-teman (yang sudah seperti saudara saya sendiri) telah banyak kembali ke Indonesia dan saya menunggu giliran untuk segera pulang. Namun saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan nantinya di Indonesia karena pasti rasa malu itu menghantui saya. Saya pun menghubungi oma di Indonesia dan menceritakan semua yang terjadi dalam hidup saya dan meminta doa darinya. Juga meminta nasihat darinya. Oma pun berdoa bagi saya dan memberikan nasihat-nasihat yang bisa membangun percaya diri saya kembali.
Hari kepulangan tidak saya harapkan. Namun saya tak dapat menghindari hari itu. Saya harus pulang dan meninggalkan semua kenangan baik dan buruk di Taiwan. Dan sakitnya adalah saya tidak mungkin bertemu lagi dengan Saras (dan memang sampai sekarang saya belum pernah berjumpa lagi dengannya, tapi berita yang saya terima bahwa ia telah menikah). Saya pun pulang ke Indonesia. Saya seperti orang linglung. Sesampainya di rumah saya tidak tahu harus berbuat apa. Hidup dan pikiran saya seperti gelap. Yang terngiang adalah saya sudah jauh dari kesakitan saya. Saya pun dikirim oleh mama ke Kalimantan untuk dibimbing oleh kakak sepupu saya yang juga seorang pendeta. Di sana saya mendapatkan pemulihan Tuhan. Tuhan pun menagih janji saya. Saya tahu bahwa saya telah mengingkari nazar di hadapan Tuhan. Dorongan pertobatan semakin nyata dan saya mau membayar janji saya.
Singkat cerita, saya pun dilayani oleh kakak saya. Melewati berbagai proses. Bahkan pelepasan dan pemulihan berkali-kali harus dilaksanakan. Perlahan hidup saya dipulihkan dan pada akhirnya saya sadar bahwa Tuhan sedang menantikan saya kembali. Ia membiarkan kehidupan saya dikuasai oleh Ibis hanya untuk memenuhi keinginan daging saya. Namun di saat yang tepat ia menangkap saya dan menyadarkan saya akan kasih-Nya yang begitu luar biasa dalam hidup saya. Keluarga bahkan saudara meragukan pertobatan saya. Tetapi saya Tuhan tahu jalan hidup saya. Setelah tujuh bulan diproses di Kalimantan, maka saya harus memenuhi panggilan Tuhan. Maka sebelum terjun lebih jauh dalam pelayanan, saya memutuskan untuk belajar terlebih dahulu. Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil perkuliahan dan puji Tuhan saya diterima di sebuah institusi teologi di Jakarta. Dengan bimibingan dan berkat Tuhan saya masih ada sampai sekarang dan sudah memasuki tingkat tiga perkuliahan.
Itu semua adalah anugerah Tuhan. Dan saya hanya bisa bersyukur dan menjalankan perintah Tuhan dalam hidup saya. Kalau dulu saya tunduk dalam kendali Iblis, maka sekarang saya tunduk di bawah kendali Tuhan. Tidak semua dapat saya tuliskan di sini dan pastinya ada kisah-kisah yang tertinggal dan tidak tercatat. Bahkan masih banyak perbuatan Tuhan yang sudah dikerjakan-Nya dalam hidup saya dan karena keterbatasan maka saya tidak dapat menuliskan semuanya dalam kesaksian ini. Namun pada intinya adalah Tuhan itu dahsyat dan ajaib. Tak terselami kasih-Nya. Menerima sampah seperti saya dan memulihkannya menjadi alat bagi-Nya. Oleh sebab itu biarlah kesaksian ini menjadi berkat yang luar biasa bagi para pembaca. Percayalah kepada Tuhan!!! Bersyukur selalu dalam segala keadaan…. Amin! Tuhan memberkati!!!!
Untaian kalimat diatas adalah sebuah kesaksian kisah  nyata, sekeras apapun hati kita lari menjauh dari Tuhan akan titik di mana Tuhan akan meluluhkan hati manusia tersebut. kekecewaan yang di alami sang penyaksi mungkin banyak di alami oleh orang yang ada di sekitar kita, mungkin mereka terjebak di dalam gelapnya ikatan Iblis, terjerat dalam kenikmatan Narkoba, mungkin mereka putus asa dengan keadaannya. Hanya doa yang dapat mengubah segalanya, doa dari sang mama penyaksi yang tidak ada putus – putusnya yang dapat membebaskan anaknya dari dunia gelapnya. Tuhan tidak pernah tutupmata dengan keadaan kita, Dia tetap merancangkan kebaikan bagi prang – orang yang di kasihinya. Akhirnya sang penyaksi tersebut kini hidupnya di ubahkan total dan dia di pakai Tuhan secara Luar biasa, menjadi sahabat dan saudara saya yang sangat luar biasa, kesaksian dia (yang secara lengkap
) menjadi berkat banyak orang bagaimana dia bisa lepas dari dunianya yang gelap. Tuhan mengasihi saya dan saudara, Dia mengizikan hal – hal yang buruk dan jahat terjadi dengan tujuanuntuk kemuliaan NamaNya, dan semua orang akan melihat kemuliaan Allah. Gbu



Tidak ada komentar:

Posting Komentar