MASIH RELEVANKAH PL??? (i)
PENDAHULUAN
Keyakinan
umat Kristen terhadap Alkitab sebagai Firman Allah adalah suatu hal yang
mutlak. Alkitab berisi Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB), dua
bagian kitab yang ditulis di masa yang berbeda dan penulisnya adalah
orang-orang yang berbeda. Lalu bagaimanakah hubungan antara PL dan PB? Jika
kita dapat memahami benang merah yang ada antara PL dan PB, maka “Gereja-gereja”
tidak perlu beradu argument menunjukan siapa yang paling benar dalam
menafsirkan alkitab mempertahankan dogma masing-masing. Kebenaran Firman Tuhan
bersifat Mutlak yang sangat akurat dan tidak terbatas, hanya
saja terkadang manusianya yang mempermasalahkan perbedaan penafsiran dari satu
tafsiran dengan tafsiran yang lain.
Dalam
dewasa ini banyak pertanyaan maupun pernytaan mengenai Pl dan praktek-prakteknya
tidak lagi relevan dengan masa kini,
namun dari sisi yang berbeda ada juga yang semakin memviralkan PL dan segala
prosesi yang ada di dalamnya. Jika kubu yang memiliki perbedaan pandangan ini
tidak dapat saling menerima satu dengan yang lain maka dapat menimbulkan
konflik yang berkepanjangan. Saat terjadi konflik maka “gereja” sebagai tubuh
Kritus (bdg. 1
Korintus 12:1-31) tidak lagi dapat dikatakan sebagai
alatnya Tuhan dan tidak menjalankan perintah Tuhan Yesus untuk saling mengasihi
(bdg. Yoh. 15:9-17).
Pertanyaan
yang dapat dipertanyakan untuk dapat memperoleh benang merah atas PL dan PB
adalah masih Relevankah PL di masa perjanjian Baru? Dengan pertanyaan ini kita
sebagai manusia masa kini harus menelaah dengan jujur dan dengan dasar firman
Tuhan yang benar, tidak boleh hanya sebatas dogma keyakinan yang di utamakan. Kita
harus objektif dalam memberikan jawaban terhadap pertanyaan tersebut, kita
harus melihat secara keseluruhan tidak hanya sebagian-sebagian saja.
Saat
kita berbicara tentang Alkitab maka kita tidak bisa mengabaikan salah satu dari
kitab tersebut, kita harus dengan rendah hati menerima kitab Perjanjian Lama
dan Perjanjian Baru seperti dua sisi mata koin yang tidak dapat dipisahkan, setiap
bagiannnya memiliki pesan khusus bagi setiap orang yang membacanya. Untuk memahami
PL dan PL dua bagian yang tidak dapat dipisahkan kita harus memiliki titik pusat
sebagai acuan tujuan utama mengapa kitab ini sampai ada. Kita akan sepakat
bahwa Yesus adalah titik Pusat dari pembahasan hubungan antara PL dan PB.
Saat
menempatkan Yesus sebagai titik pusat maka kita akan mengetahui bahwa PL
memiliki peranan yang sangat penting yang tidak dapat diganggu gugat lagi,
karena PL memberikan catatan sejarah yang menjadi penuntun yang dapat di
gunakan disepanjang masa. Dalam PL sangat jelas dicatat mengenai Latar belakang Yesus. Segala nubuatan-nubuatan
yang ada di dalam Perjanjian Lama semuanya mengarah kepada Mesias yaitu Yesus
yang menjadi penebus umat manusia. Pentingnnya PL juga dapat dilihat dari sudut
pandangan yang berbda diluar dari pada Kristosentris, PL menjadi cikalbkal atau
dasar yang dapat digunakan untuk pedoman
kehidupan sosial.
Janji sebagai bentuk Kesinambungan
antara PL dan PB
Keselarasan
hakiki antara PL dan PB terletak pada
Allah sendiri, melalui janji-Nya yang diwujudkan di dalam Yesus Kristus. Namum
sebelum sampai kepada Yesus Kristus (PB) kita harus mengtahui terlebih dahulu
mengetahui janji-janji Allah dalam PL sebagai landasan yang menuju kepada
penggenapan Yesus sang Mesias. Perjanjian Lama sangat menekankan pengharapan
akan masa depan, akan datangnya seorang penebus dan pembebas bagi Bangsa
Israel. Hal tersebut terlihat sangat jelas melalui tulisan-tulisan tertua,
eskatologi para nabi dan disusul tulisan-tulisan terkemudian. Karena jika dilihat secara keseluruhan Janji
Allah dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu Janji sebelum kedatangan
Kristus dan setelah kedatangan Kristus. Perjanjian ini sepenuhnya adalah
inisiatif Allah, Allahlah yang memulai menggagas permulaan perjanjian ini. perjanjian
yang bersifat khusus antara Allah dan manusia yang dibuat bukan berdasarkan
kesepakatan yang sejajar tetapi inisiatif dipegang oleh Allah dan didasarkan
kerelaan-Nya mengikat diri dengan ciptaan-Nya.[2]
Perjanjian
Allah pertama kali dinyatakan kepada Adam melalui larangan Allah kepada Adam
untuk tidak memakan pohon pengetahuan tentang yang baik dan tentang yang jahat,
meskipun dalam kitab Kejadian tidak dinyatakan langsung sebagai suatu
perjanjian. Manusia diciptakan Tuhan karena Tuhan memiliki maksud dan tujuan,
manusia menjadi agennya Tuhan, Adam merupakan pengantara pertama sebelum jatuh
di dalam dosa. Kejatuhan manusia kedalam dosa menjadikan Allah berusaha
memulihkan manusia. Sampai pada masa Nuh (Kejadian 9:9-12), Abraham/Patriak ( Kej 12:1-3), Musa (Kel 19:5-6), Daud/monarki
(2 Samuel 7:12-17),
Para Nabi (Yer. 31:31-34), Janji Tuhan tetap berlangsung secara berkelanjutan,
janji yang di nyatakan itu berkaitan dengan janji berkat, tanah dan keselamatan. Penantian penggenapan
janji-janji Tuhan mengenai seseorang yang akan menyelamatkan umat manusia
tergenapai di dalam diri Yesus yang dinyatakan di dalam PB.
Dalam
Perjanjian Baru, berkesinambungan dengan tujuan atau pandangan Perjanjian Lama,
yakni bahwa Perjanjian Baru mengutamakan penggenapan janji dan
pengharapan-pengharapan yang terdapat dalam Perjanjian Lama. Di kejadian 3:15 Allah
mengumumkan permusuhan antara setan dan
umat manusia (protevangelium), kelanjutan
dari pemberitaan itu adalah penggenapan kemenangan Yesus Kristus atas setan
diatas kayu salib (KoL. 2:14-15; Ibr. 2:14),dengan kekalahan setan maka berdampak
kepada keselamatan manusia, terjadi pemulihan hubungan antara manusia dengan
Allah. Dalam perjanjian Baru Yesus lah sebagai Mesias yang menjadi penggenapan
puncak sang penebus yang dinanti-nantikan dalam Perjanjian Lama. Yesus sebagai
anak domba yang dikorbankan untuk menebus dosa umat manusia. Yohanes Pembaptis
mengatakan secara langsung bahwa Yesus adalah "Anak Domba Allah".
Kata-kata tersebut mempunyai arti yang besar bagi para pendengarnya karena
seekor domba mempunyai fungsi sebagai korban penghapus dosa mulai dari zaman PL
hingga saat Yohanes mengeluarkan perkataan itu. Jika Anda ingin mengerti dengan
benar gambaran yang diberikan kepada Yesus ini dan apa yang sudah Dia perbuat
untuk umat manusia, maka kita harus belajar tentang korban anak-anak domba
dalam PL ( bdg. Imamat 4:32-35).
Yesus sebagai penggenapan PL terbukti dari sebelum di lahirkan, setelah di
lahirkan dan semasa hidup sampai kepada kematianNya, kebangkitan dan kenaikan. Kesibungan
antara PL dan PB telah terlihat garis tangahnya, Penyelamatan oleh kasih
karunia, penggenapan dan janji yang tidak dapat dipisahkan.
Sebagai
orang Kristen yang meyakini Alkitab adalah kebenaran Firman Tuhan, maka dengan
sikap hati yang teguh kita juga harus meyakini bahwa PL dan PB memiliki
kesinambungan satu dengan yang lain.
kedua
Perjanjian itu memiliki beberapa sudut pandang dan pola yang sama, bahwa
keduanya berbicara hal yang sama mengenai masalah-masalah pokok, khususnya
dalam hal hubungan Allah dan manusia, manusia dengan sesamanya, dan lain
sebagainya. Dan juga kedua perjanjian tersebut pada hakikatnya berkesinambungan
dalam sejarah dan bersatu dalam teologinya. Akan tetapi, ternyata keduanya pun
memiliki perbedaan, antara lain ialah banyaknya pemahaman dan praktek dalam
Perjanjian Lama yang tergantikan oleh Perjanjian Baru, bahwa ciri khas
Perjanjian Lama bersifat persiapan, sedangkan dalam Perjanjian Baru bersifat
penggenapan, serta kehidupan masyarakat dalam Perjanjian Baru memiliki hubungan
yang lebih pribadi dengan Allah, jauh melebihi masyarakat dalam Perjanjian
Lama.
Menurut H. H. Rowley, kesatuan dan kesinambungan yang hakiki antara Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru ditemukan dalam asalnya yang sama dari Allah,
pengajaran yang sama mengenai Allah dan manusia, pola-pola yang sama dan
prinsip-prinsip etika serta liturgy yang sama (Baker. 1996: 265). Pandangan
lain yang menjelaskan mengenai hubungan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru datang dari Th. C. Vriezen, yang berpendapat bahwa Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru memiliki beberapa perspektif yang sama, di antaranya adalah
konsep persekutuan, nubuat, dan kerajaan. Menurut Vriezen kepastian persekutuan
yang langsung antara Allah dan manusia merupakan ide dasar dari seluruh
kesaksian Alkitab, sehingga antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mempunyai
hubungan satu dengan yang lain. Secara historis-teologis, menurut Hasel (Baker,
1996: 289-295) terdapat hubungan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
yaitu sebagai berikut:
1.
Hubungan tersebut dapat dilihat dalam sejarah umat Allah dan cara Allah
berurusan dengan manusia.
2.
Terdapat kutipan dalam Perjanjian Baru yang diambil dari Perjanjian Lama
3.
Dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sama-sama menggunakan tema-tema
teologis yang penting seperti pemerintahan Allah, umat Allah, pengalaman keluar
dari perbudakan, perjanjian, Kerajaan Allah, ciptaan dan ciptaan baru serta
masih banyak lagi.
4.
Secara terbatas tipologi menguatkan bahwa terdapatnya hubungan antara
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
5.
Adanya kategori janji dan penggenapan yang terdapat dalam Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru, hal ini memperlihatkan bahwa Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru tak terpisahkan.
Selanjutnya
hubungan antara Perjanjian Lama dengan Perjanjian baru, menurut Bright (1967:
136-138), Alkitab merupakan buku teologi, sehingga kesatuan Alkitab tergantung
pada adanya kesatuan dalam teologi Alkitab. Perjanjian Lama, menurut Bright
merupakan kitab yang mencatatkan sejarah nyata, dalam hubungan dengan suatu
penafsiran teologis mengenai sejarah itu. Sejarah tersebut dimengerti sebagai
suatu sejarah yang menuju suatu tujuan namun tidak sampai kepada tujuan
tersebut. Jadi secara teologis Perjanjian Lama tidak lengkap, karena melukiskan
suatu sejarah keselamatan yang di dalamnya keselamatan tersebut belum tercapai.
Penggenapan dan penyempurnaan akan keselamatan tersebut hanya terdapat di luar
batas-batas Perjanjian Lama, yakni pada Perjanjian Baru. Pada Perjanjian Baru
tersebut, yang menjadi berita utamanya adalah Yesus Kristus telah datang, Allah
telah bertindak secara nyata dalam menentukan sejarah manusia pada penggenapan
janji-janjinya dan mencapai keselamatan. Melihat penjelasan di atas, dengan
model struktur teologi yang melengkung, mempengaruhi masing-masing teks dengan
menggunakan cara-cara tertentu, itu merupakan unsur yang hakiki dan normativ
dalam Perjanjian Lama. Struktur tersebut merupakan suatu unsur yang mengikatnya
tanpa terbukakan dengan Perjanjian Baru dalam Kanon Kitab Suci. Oleh
karena itu, jelaslah bahwa Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak hanya
terdapat suatu kesinambungan atau hubungan secara historis saja melainkan juga
memiliki suatu hubungan kesatuan historis.
Lalu
bagaimana dengan praktek keagamaan dan tradisi Yahudi yang di dalam PL di sedang
viral lakukan di masa gereja saat ini, masih relevan atau tidak? Kita akan
bahas pembahasan ini pada pembahasan edisi berikutnya.
Sumber:
Berkhof, Louis, Teologi
Sistematika 2: Doktrin Manusia, Surabaya: Momentum, 2011.
McComiskey, Thomas
Edward, The Covenants of Promise, Grand Rapids: Baker Book House, 1985.
Bright
1967: 136-138
Baker,
1996: 289-295
Dumbrell, W. J. Covenant
and Creation: A Theology of Old Testament Covenant, New York:
Thomas Nelson Publishers, 1984.
Szikszai,
Stephen, The Covenant in Faith and History, Philadelphia: The
Geneva Press, 1952.
Barth, Christoph dan
Barth-Frommel, Marie-Claire, Teologi Perjanjian Lama 1, Jakarta:
Gunung Mulia, 2010
Dryrness,
William, Tema-Tema dalam Teologi Perjanjian Lama, Malang: Gandum
Mas, 1990.
Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology,Malang:
Literatur, 2012.
Robertson, O.
Palmer, Covenants: God’s Way with his People, Philadelphia: Great
Commission Publications, 1978.